Havik Martoyo - Pendamping P3MD Kab. Demak
Kali ini aku ajak sobat-sobat
pemberdayaan sekalian melihat lebih dekat tentang kegiatan pelatihan yang
didanai dari dana desa di desa Bunderan Kecamatan Wonosalam Demak. Dan bagi
sobat yang berada di posisi stakeholder kunci desa aku berharap bisa memotivasi
untuk menambah porsi kegiatan pelatihan masyarakat di waktu-waktu selanjutnya.
Aku memaknai kegiatan ini adalah
upaya menuju One Village One Product (OVOP) yaitu semakin memperjelas posisi
desa Bunderan sebagai sentra telur asin beserta produk pengembangannya, salah
satunya adalah telur asin asap ini. Bagiku ini adalah kegiatan yang inspiratif
di tengah kegiatan pembangunan sarana dan prasarana fisik yang masih dominan. Betapa
masih minimnya kegiatan di bidang 4 (empat) atau bidang pemberdayaan masyarakat
dalam kerangka pikir kewenangan lokal berskala desa. Sedangkan bila kita
buka-buka lagi literatur tentang pembekalan
kepada masyarakat mestinya tidak melupakan konsep pembekalan 5 (lima) sumber
daya penghidupan yaitu; sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya
keuangan, sumber daya fisik, sumber daya sosial. Penguatan sumber daya manusia memegang posisi yang strategis
untuk menghantarkan masyarakat menuju kesejahteraan dan kemandiriannya.
Dengan tulisan ini aku tak
henti-hentinya mendorong semua stakeholder di desa untuk memperbesar porsi
peningkatan kapasitas warga desanya. Tentu saja dengan konsep penguatan yang “merdesa”di mana pijakannya adalah pengembangan potensi dan
pemecahan masalah yang ada di desa. Dan metodologi dan medianya juga tidak
boleh ketinggalan untuk tetap merdesa. Dengan penjelasan lain; pelatihan
dilakukan berbasis dinamika riil, situasi dan kondisi masyarakat setempat.
Sehingga masalah yang berkaitan dengan operasional dan tindak lanjut langsung
bisa dibahas dan dicari pemecahannya on
the spot.
Kembali ke desa Bunderan,
pelatihan kali ini mengambil judul Pelatihan Telor Asin Asap dan Bothok Telur
Asin. Dengan narasumber Ibu Dwi “Elmata” Semarang. Peserta pelatihan adalah 12
orang yang sehari-harinya sudah berkecimpung di usaha telur asin (rebus, biasa)
sehingga pengasapan dan bothok adalah pengembangan produk telur asin yang meningkatkan
nilai tambah untuk bisa menghasilkan margin
(baca; laba) lebih besar dibanding dijual dalam bentuk telur asin biasa. Demikian
kalau aku mensarikan obrolan dari ibu-ibu perserta. Bila mereka menjual telur
asin biasa harga eceran di kisaran 2.500 per butir sedangkan bila dijual dalam
bentuk telur asin asap ini bisa sampai di harga 5.000 per butir. Tentu saja di
segmentasi atau kelompok pembeli yang berbeda dari segmen telur asin biasa. Akan
tetapi ini adalah peluang usaha sekaligus tantangan yang harus dijawab. Seperti
itu kira-kira salah satu tujuan dari pelatihan ini.
Dari proses transformasi
pengetahuan dan keterampilan masak memasak aku lihat lancar-lancar saja karena memang semua peserta sudah pelaku
usaha telur asin. Bahkan tentang rencana pemasaran yang biasanya menjadi
kekhawatiran peserta pelatihan produksi terlihat sudah ditemukan segmen atau
calon-calon pembeli karena para peserta sudah mempunyai pasar telur asin.
Sehingga aspek pemasaran ke depan akan didampingkan dengan produk telur asin
biasa yang memang sudah mereka biasa jual. Sedangkan hal yang masih harus
menjadi PR menurut hematku adalah tentang pengorganisasian kelompok. Hal ini
merupakan tantangan internal yang harus dijalani para peserta untuk menjalani
babak baru yaitu “usaha berkelompok”. Bisa jadi ini tantangan besar karena
sejauh ini peserta masih menjalani usaha telor asin secara sendiri-sendiri. Sedang
dari pada itu, usaha berkelompok mempunyai kaidah-kaidah yang berbeda dengan
usaha sendiri dan di saat yang sama usaha berkelompok perlu pengorganisasian;
pengurus, pertemuan rutin, aturan bersama, administrasi pelaporan, permodalan,
dll. Sehingga peran dari figur pimpinan desa untuk mendampingi kelompok ini,
pun juga Dinas dan Instansi terkait dari pemerintah harus sudah mulai menjadi
agenda “jejaring” ke depannya.
Pelatihan ini adalah permulaan,
waktu akan menguji ketangguhan kelompok pembuat telur asin asap ini. Aku
berharap besar pada kelompok telur asin asap ini untuk segera mendapat order
yang kontinyu. Karena dengan adanya order, usaha akan berjalan, produk akan
lebih luas dikenal dan kepercayaan diri kelompok semakin tebal.
Bila melihat momentumnya di
akhir/awal tahun, akan pas kalau kelompok ini segera bergegas menyusun
perencanaan kelompok yang kurang lebihnya adalah; menyepakati jadwal pertemuan
rutin. Menyepakati aturan kelompok berupa aturan bagi pengurus dan bagi
anggota. Aturan sederhana dan tertulis ini sangat penting bagi sebuah
organisasi. Yang pada tahap selanjutnya aturan ini harus disadari sebagai cikal
bakalnya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Berikutnya pengurus harus
mempunyai administasi kelompok meskipun sederhana untuk menjaga akuntabilitas pengelolaannya. Dengan demikian
kehidupan berkelompok yang menyangkut keputusan bersama dan pengelolaan
keuangan juga permodalan akan terhindar dari syak wasangka yang tidak perlu.
Aku berharap di waktu dekat
hal-hal di atas segera ada aktivitas penguatan. Terutama pengurus kelompok yang
diprioritaskan untuk segera orientasi
tupoksi agar mampu menjadi motor penggerak jalannya organisasi kelompok. Dan
cerita lapangan ini masih akan berlanjut pada dinamika pengelolaan
berikutnya...semoga harapan semula dari tulisan ini..para stakeholder kunci di
desa semakin hari semakin yakin bahwa pelatihan warga masyarakat desa berbasis
potensi desa adalah langkah kongkrit menuju One Village One Product (OVOP) satu
desa satu produk (unggulan).
0 Response to "PELATIHAN MASYARAKAT SUMBER DANA DESA"
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar atau pesan!
- Dilarang meninggalkan link pada kolom komentar (kecuali diperlukan).
- Dimohon untuk tidak melakukan spam
- Berkomentarlah secara etis
- Mohon maaf apabila kami tidak sempat membalas komentar Anda
- Terimakasih atas komentar Anda yang relevan