Havik Martoyo - 27 Desember 2017
Seri Mercon Peng-pengan Bumdesa di Kecamatan Mijen
Pengalamanku di lapangan kali ini aku bagi kepada sobat
semua dengan harapan menginspirasi dan memotivasi sobat penggiat pembangunan
desa. Wa bil khususon untuk para Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa di
wilayah ampuanku Kabupaten Demak, ataupun pihak-pihak penggiat pembangunan desa, untuk kemudian mereplikasi bilamana ada
situasi dan kondisi yang hampir sama. Tentu saja dengan ide dan modifikasi yang
lebih baik lagi harapannya sehingga lebih efektif dalam pencapaian tujuan
pembelajaran. Lagi, kegiatan lapangan ini aku bagi sebagai kelanjutan dari
program “MERCON PENG-PENGAN”yang sudah aku canangkan pada saat Rakor bulan
lalu, di jajaran kami Pendamping Desa Kabupaten Demak.
Nama kegiatannya adalah penggalian potensi desa. Yang mana ini dilakukan sebagai langkah awal untuk menggali potensi-potensi apa saja yang ada untuk nantinya dapat dijadikan unit usaha Badan Usaha Milik Desa-Bumdesa. Saat ini Bumdesa Bakung belum ada, masih dalam taraf penjajagan yang dimulai dari penggalian potensi usaha, ya di pelatihan ini.
Memang seharusnya begini
ini..langkah pendirian Bumdesa seharusnya berproses dari keberadaan usaha yang
akan dijalani, yang mana dengan dirembug secara partisipatif warga se desa,
harapannya usaha yang diputuskan untuk dijalankan nantinya terdukung penuh oleh
masyarakat. Tedukung dalam arti yang sesungguhnya dan riil. Dari segi pemasaran
sudah aman karena dibangun komitmen warga desa untuk membeli produk hasil
produksi atau barang dagangan ataupun jasa yang dihasilkan unit usaha dimaksud.
Bila persoalan pemasaran diamankan di awal, maka tahap berikutnya akan bisa
terlaksana step by step. Dan yang
sekaligus menjadi capaian ketika komitmen warga desa ini bulat mendukung adalah
segi kemanfaatan untuk warga desa. Justeru di sinilah titik kritis keberadaan
Bumdesa berada. Di sisi ini adalah diferensiasi
atau pembeda antara usaha fully profit
oriented dengan Bumdesa yang ada orientasi sosialnya. Akan disebut Bumdesa
sejati bila kemanfaatan produk jasa usahanya dinikmati warga desa. Pun
hasil-hasil usahanya. Ini adalah norma-norma yang menjadi visi atau cita-cita
dibentuknya Bumdesa. Dengan penanaman visi yang normatif ini diharapkan
menjiwai semua gerak langkah dan operasionalisasi Bumdesa. Dan sebaliknya, bila
visi normatif ini gagal ditanamkan di awal maka gerak langkah dan
operasionalisasi Bumdesa bisa-bisa berkarakter kapitalis sejati karena hanya fokus pada fully profit oriented dan hanya padat modal.
Proses fasilitasi penggalian potensi berjalan
dengan mula-mula memberikan motivasi secara personal kepada peserta yang hadir.
Banyak metoda yang bisa dipakai di sini. Tujuan utamanya agar semua perserta
berada pada hasrat untuk meningkatkan sumber daya diri dan keluarganya. Dan di
Bakung ini aku pakai model “pentagonal assets” yang memotret sumber daya
seseorang dari 5 (lima) hal; yaitu hal yang berhubungan dengan sumber daya
manusia diri dan keluarganya, hal yang berhubungan dengan sumber daya alam yang
bisa diakses diri dan keluarganya, hal yang berhubungan dengan sumber daya
keuangan diri dan keluarganya, hal yang berhubungan dengan sumber daya fisik
atau sarpras yang bisa dimanfaatkan oleh diri dan keluarganya, dan terakhir hal
yang berhubungan dengan sumber daya sosial diri dan keluarganya. Semua peserta
berefleksi dengan instrumen pentagonal assets tersebut yang kemudian
bersama-sama membuat cita-cita pribadi 3 (tiga) tahun ke depan akan menjadi
seperti apa ke lima sumber daya diri dan keluarganya itu..
Siapapun orangnya umumnya akan
setuju untuk meningkatkan capaian skore sumber daya yang masih rendah. Sehingga
cita-cita menjadi keluarga sejahtera dan mandiri bisa diraih. Hanya diri sendirilah yang bisa
menjadi motivator dirinya, bukan orang lain. Ini prinsip dari metodologi ini.
Tahap fasilitasi berikutnya,
mengelompokkan warga desa menjadi kelompok-kelompok sesuai RW nya. Ini aku
lakukan spontan saja karena sempitnya waktu yang harus aku selesaikan sementara
output penggalian potensi usaha harus tercapai dan riil. Sehingga
terkelompoklah diskusi ini menjadi 5 (lima) kelompok sesuai RW yang ada di Desa
Bakung. Masing-masing kelompok mendiskusikan usaha apa saja yang sudah ada di
wilayah RW nya. Dan menggagas usulan kegiatan usaha yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan usaha yang sudah ada di warganya tersebut. Bukan usaha yang
sejajar sehingga justeru akan menjadi pesaing usaha warga. Diskusi juga
menggagas usaha yang berbasis potensi yang ada yang digali dari pemanfaatan
barang bekas, dari pemanfaatan sumber daya alam, pemanfaatan aset-aset desa dari program-program pemerintah terdahulu, usaha dari pemanfaatan kalender
musim atau kebutuhan di musim-musim tertentu.
Dari masing-masing RW munculah
lembar diskusi yang menampilan potensi usaha yang nantinya harus dikumpulkan
menjadi kumpulan usulan usaha desa. Bila kita bisa menjaga alur diskusi partisipatif maka suasana menggali
potensi seperti ini akan melahirkan suasana yang cair di antara peserta ataupun
warga desa. Di sinilah diharapkan rasa kebersamaan dan nantinya handarbeni dan mendukung itu lahir.
Banyak gagasan unik dan fundamental lahir dari proses penggalian berbasis RW
ini. Ada usulan pengelolaan sampah plastik yang dikaitkan dengan pembayaran
jasa perpustakaan desa. Seperti apa operasionalnya? Aku sendiri belum paham
persis operasionalisasinya nantinya. Ada pengolahan brambang, ada pengelolaan
perikanan, bahkan ada usulan kegiatan pengendalian “lalat yang melimpah” di
area-area paternakan ayam warga. Dari semua usulan unit usaha ini kemudian akan
dilakukan pemeringkatan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Sampai proses ini, proses pelatihan terhenti karena waktu yang diberikan untuk melanjutkan di proses pemeringkatan tidak memungkinkan. Sehingga yang aku lakukan adalah memandu peserta menyepakati pemilihan Tim Perumus sebanyak 7 (tujuh) orang yang berasal dari 5 (lima) warga RW ditambah 2 (dua) perangkat desa, yang nantinya diminta menindak lanjuti proses penentuan unit usaha ini.
Langkah lanjutan yang seharusnya dilakukan adalah; Kades membuat SK untuk Tim Perumus ini agar bekerja menindak lanjuti perumusan dengan mempertimbangkan aspek-aspek pasar/pemasaran, aspek SDM, aspek sarpras pendukung, aspek sosial budaya dan kemasyarakatan dan aspek permodalan.
Apakah aku akan terlibat di
proses dan tahapan berikutnya? Tidak menjadi persoalan bagiku, yang penting
proses penggalian usaha dan alur pendirian badan usaha milik desa sudah
dipahami warga desa Bakung. Semoga kawan-kawan Pendamping Desa dan Pendamping
Lokal Desa bisa mendampingi dengan lebih mendarat lagi bersama dengan berprosesnya
aktivitas harian dan dinamika di desa... This
story will be continued
Lihat juga TOR Merencanakan Percontohan Penguatan dan Pendampingan Bumdesa - MERCON PENG-PENGAN BUMDESA https://havik-martoyo.blogspot.co.id/2017/12/contoh-tor-mercon-peng-pengan-bumdesa.html
Lihat juga TOR Merencanakan Percontohan Penguatan dan Pendampingan Bumdesa - MERCON PENG-PENGAN BUMDESA https://havik-martoyo.blogspot.co.id/2017/12/contoh-tor-mercon-peng-pengan-bumdesa.html
0 Response to "GALI POTENSI USAHA, DESA BAKUNG LIBATKAN PARTISIPASI WARGA DESA"
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar atau pesan!
- Dilarang meninggalkan link pada kolom komentar (kecuali diperlukan).
- Dimohon untuk tidak melakukan spam
- Berkomentarlah secara etis
- Mohon maaf apabila kami tidak sempat membalas komentar Anda
- Terimakasih atas komentar Anda yang relevan