Havik Martoyo |
Dalam
menjalani kehidupan ini, siapapun dan di manapun kita, tidak akan pernah lepas
dari pembicaraan sumber-sumber daya yang dapat kita manfaatkan atau kita
nikmati. Setiap hari agenda kerja pemerintah, agenda kerja perusahaan,
konflik-konflik yang terjadi, diskusi dan pembahasan yang digelar di seminar tidak
akan lepas dari pembahasan sumber-sumber daya kehidupan ini.
Seberapa
besar kita bisa punya kemampuan (baca; keberdayaan/kesejahteraan), akan sangat
tergantung dengan seberapa besar sumber-sumber daya itu bisa kita raih. Dan
sebaliknya, seberapa besar kita punya daya tahan terhadap kerentanan-kerentanan
yang bisa terjadi setiap saat di tengah-tengah perjalanan kehidupan kita? Akibat
guncangan-guncangan yang terjadi, jawabannya adalah kembali kepada seberapa
besar kita mempunyai sumber-sumber daya yang tersebut di atas.
Kita
sering bicara pemberdayaan masyarakat/komunitas, memberdayakan, sumber daya dan
proyek pemberdayaan. Yang mana di konteks tertentu pembicaraan ini dituduh
sebagai pembicaraan abstrack yang tidak ada tolok ukurnya. Dan di waktu yang
lain ada tuduhan bahwa kinerja pemberdayaan tak ubahya kinerja sebuah proyek
sarana prasarana yang dominan meningkatkan sumber daya fisik saja. Apanya yang
salah? Mungkin pola pembicaraan kita harus kita rubah juga.
Ok
lah pembicaraan tentang pemberdayaan yang lingkupnya luas kita stop dulu. Kita
bicara pemberdayaan tapi dalam hal-hal yang kecil dulu, yang mikro yang
personal. Karena hal yang besar berawal dari hal-hal yang kecil seperti ini.
Adanya komunitas juga karena adanya individu-individu. Dan ketika bicara
pemberdayaan, maka di dalamnya ada fungsi-fungsi penting yang ketika terlupakan
untuk dibahas, maka pembicaraannya tidak akan focus. Fungsi-fungsi pemberdayaan
yang sering disebut dalam literature-literatur adalah; fungsi penyadaran,
fungsi pengorganisasian, fungsi pelatihan, fungsi membangun dinamika atau
kemandirian.
Kali
ini ayo kita bicara fungsi pemberdayaan dan kita bicarakan diri kita sendiri.
Pernahkan kita coba luangkan waktu untuk mengukur tingkat keberdayaan
diri/keluarga kita sendiri? Setelah semua persoalan kehidupan (baca; guncangan-guncangan)
yang kita hadapi sejauh ini? Dan bagi kita yang sering berkecimpung dalam kerja
proyek pemberdayaan masyarakat sekalipun, pernahkan kita mengukur tingkat
keberdayaan kita sendiri sebelum memfasilitasi komunitas yang menjadi sasaran
program yang harus kita fasilitasi? Atau pertanyaannya begini, seberapa
menghayati kita terhadap substansi kerja pemberdayaan ini? Dan kepedulian itu
kita terapkan kepada diri kita sendiri sebelum ke komunitas sasaran di seberang
sana?
Fungsi penyadaran dalam
pemberdayaan
Penyadaran
adalah proses yang dilakukan. Hasilnya adalah kesadaran. Ini adalah ranah sikap
atau afektif atau attitude. Dalam hidup kita, berapa kali
kita memperoleh kesadaran yang hakiki secara sukarela, yang menggerakkan
pikiran dan perasaan sehingga muncul motivasi yang kuat untuk sesuatu
(mimpi/cita-cita/tujuan) terntentu?
Kesadaran
seseorang terhadap sesuatu hal yang samapun kadang perjalanannya berbeda-beda.
Kesadaran ini dekat sekali dengan ranah pengetahuan, tapi di titik tertentu
kesadaran tidaklah sama dengan pengetahuan yang hanya mengandalkan kemampuan
logika. Dalam kesadaran ada unsure kepedulian dan kemauan.
Inilah
yang menurutku sesuatu yang tidak mudah dalam pemberdayaan dan pendampingan
kelompok. Dan sangat banyak aktivitas pemberdayaan dan pendampingan masyarakat
tidak tuntas di fungsi penyadaran ini. Bahkan tidak sedikit yang tidak melakukannya.
Karena tidak sempat melakukan, tidak tahu caranya melakukan yang mana hasil
akhirnya tidak matang dalam tahapan penyadaran ini. Yang dilakukan seringnya
hanya sosialisasi dan penggalian gagasan. Sekedar menggugurkan jadwal dan
tahapan, bahwa akan ada program bantuan untuk ini itu dan masyarakat diminta
menyiapkan diri menerima atau mengelolanya. Tak heran, kelompok yang ada akan
berperilaku jauh dari nilai-nilai sebuah kelompok swadaya masyarakat.
Mengingat
kemajemukan kemampuan berkesadaran di anggota kelompok, maka pengkayaan metoda,
media dan strategi dalam penyadaran ini, khususnya penyadaran dalam menuju
tingkat kesejahteraan anggota yang lebih tinggi perlu menjadi perhatian seorang
pendamping.
Metoda dan media pentagonal asset
Sekarang
balik lagi ke diri kita dulu, sebelum bicara di lingkup yang lebih luas.
Pernahkah kita sadarkan diri kita dengan sebuah instrument yang benar-benar
akan “ngoncekki” bahasa jawanya atau mengupas tuntas informasi sumber daya yang
kita/keluarga kita miliki?
Seringnya
yang terjadi, kita sendiri kurang perduli dengan diri kita sendiri dan terlalu
berfikir kebanyakan tentang hal-hal yang justeru sebenarnya sulit kita jangkau.
Itu karena kita tidak/belum mengetahui posisi sebenarnya dari sumber-sumber
daya diri kita sendiri. Untuk itu mari kita memetakan sumber daya yang kita
miliki dengan instrument “pentagonal asset”. Atau sering disebut lima “sumber
daya” penghidupan. Yaitu sumber-sumber daya yang berguna untuk kelangsungan
kita dalam mencari penghidupan (baca; penghasilan untuk bertahan hidup). Konsep
pentagonal asset ini meliputi sumber daya ; Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber
Daya Alam (SDA), Sumber Daya Keuangan, Sumber daya fisik dan sumber daya social.
Begitulah secara teoritis yang ada di literature-literatur, salah satunya di
Andi Norton and Mike Foster 2001. Working paper: 148.
Pentagonal assets/lima sumber daya |
Ok
kita tidak akan bahas teori, tapi akan menjadikan diri kita sebagai sample atas
konsep pentagonal asset ini. Coba kita isi kuesioner di sini;
Sumber Daya Manusia (SDM)
No
|
Sumber daya
|
Kondisi saat ini
|
1
|
Tingkat pendidikan
|
|
2
|
Jenis penyakit yang diderita
|
|
3
|
Jenis pelatihan keterampilan yang diikuti
|
|
4
|
Keterampilan anggota keluarga yang dikuasai
|
|
5
|
Jenis konsumsi makanan
|
|
6
|
Jenis pelayanan kesehatan yang diikuti
|
|
Rata-rata
|
Sumber Daya Alam (SDA)
No
|
Sumber daya
|
Kondisi
|
1
|
Status dan luas sawah
|
|
2
|
Status dan luas ladang
|
|
3
|
Jenis dan jumlah tanaman yang dimiliki
|
|
4
|
Sumber pengairan pertanian/perkebunan
|
|
5
|
Jenis hasil hutan non kayu yang bisa dimanfaatkan
|
|
6
|
Jenis hasil laut yang bisa dimanfaatkan
|
|
Sumber Daya Keuangan
No
|
Sumber daya
|
Kondisi
|
1
|
Penghasilan dari tanaman
|
|
2
|
Penghasilan dari ternak
|
|
3
|
Penghasilan dari tangkapan ikan
|
|
4
|
Tabungan uang
|
|
5
|
Tabungan ternak
|
|
6
|
Tabungan perhiasan
|
|
Sumber Daya Fisik
No
|
Sumber daya
|
Kondisi
|
1
|
Jenis dan jumlah alat produksi yang dimiliki
|
|
2
|
Jenis sarana umum yang bisa dimanfaatkan
|
|
3
|
Jenis dan status tempat tinggal
|
|
4
|
Status MCK yang digunakan
|
|
5
|
Sumber air bersih
|
|
6
|
Sumber air minum
|
|
Sumber Daya Sosial
No
|
Sumber daya
|
Kondisi
|
1
|
Jenis kelompok yang diikuti
|
|
2
|
Status dalam kelompok
|
|
3
|
Lembaga yang bisa diajak kerjasama
|
|
4
|
||
5
|
||
6
|
||
Bagaimana
hasilnya? Seberapa tangguhkah anda? Tersenyum simpul, tersenyum pahit atau
sedih jadinya melihat angkanya? Segeralah membuat resolusi/cita-cita dan
bergegaslah untuk move on dan motivasilah diri anda memperbesar skore rata-rata
sumber daya yang masih jeblok untuk tiga tahun mendatang.
Kuesioner
ini tidak harus seperti ini, kita bisa memodifikasi sendiri dengan
pertanyaan-pertanyaan yang pas. Yang penting kita punya instrument untuk move
on. Ini penting agar kita juga bisa memotivasi masyarakat dampingan untuk move
on ketika kita sudah tandas pemahaman tentang konsep lima sumber daya ini.
Untuk
implementasi di masyarakat sasaran program. Pengalamanku dalam implementasi
kegiatan sebuah program pemerintah PKKPM tahun 2015 aku pikir mendekati proses
penyadaran yang bisa menggerakkan motivasi untuk mencapai mimpi/cita-cita/tujuan
anggota kelompok dengan menggunakan instrument ini. Di mana membangun kesadaran
calon pemanfaat program ataupun calon anggota kelompok simpan pinjam dilakukan
dengan strategi mengorganisasikannya dengan jumlah kader yang cukup. Dengan
batasan jumlah pendampingan 5 sampai 6 kelompok per kader. Sehingga interaksi
antara pendamping dan yang didampingi intensif. Dengan 5 sampai 6 kelompok
didampingi seorang kader ini diharapkan dalam seminggu penuh, seoarang kader
bisa membagi waktu untuk setiap pertemuan kelompok. Sehingga proses penyadaran benar-benar
mendapat porsi waktu dan materi yang cukup. Pertanyaan spontannya adalah; dana
dukungan untuk Kader menjadi besar?, tentu saja “jer basuki mowo beya”, perlu pengorbanan untuk sebuah kebaikan.
Kebaikan pengelolaan kelompok tidak akan datang sendiri, tapi langkahnya harus
jelas.
Disamping
itu penyadaran di sini kongkrit menggunakan metoda dan media dalam kesatuan
konsep Sustainability Livelihood Approach
dengan instrumen atau medianya berupa pentagonal
asset.
Semua
warga calon pemanfaat atau calon anggota kelompok difasilitasi oleh kader-kader
ini untuk memetakan sumber daya diri dan keluarganya. Sumber daya yang harus
dipetakan adalah; sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya keuangan,
sumber daya fisik dan sumber daya social.
Dengan menggunakan media pentagonal asset atau 5
(lima) sumber daya ini akan didapati kondisi riil seseorang atau sebuah rumah
tangga. Apakah harus menggunakan skala tertentu untuk lebih akuratnya pemetaan
sumber daya ini, silahkan saja. Misalnya menggunakan skala 1-10. Tapi yang
perlu diingat, ini bukanlah dokumen akademis yang mana criteria untuk
masing-masing score sangat rigid. Score-score ini sebatas untuk membantu RTM
dalam menggali kondisi yang ada pada saat itu. Dan inilah yang sering disebut proses
Community Organization (CO) di mana memberdayakan seseorang berangkat dari
melihat sumber daya yang dia miliki untuk kemudaian mendorongnya menuju skala
keberdayaan yang meningkat dari posisi awalnya dalam kurun waktu tertentu,
misal 3 (tiga) tahun dari saat awal dipetakan. Semakin dekat titik sumber daya
kita, maka semakin berdaya keadaan kita dan sebaliknya, semakin jauh semakin
kurang berdaya.
Kuesioner ; Sumarni - Wanatirta Paguyangan Brebes |
Seperti apa bentuk pentagonalnya, apakah condong ke
kiri atas, ke atas, ke kiri bawah, pada kurun waktu yang telah ditentukan,
mereka diminta untuk memetakan kembali suatu saat pada kurun waktu tertentu ke
depan. Dengan mengetahui ke 5 (lima) sumber daya pribadi maka akan tumbuh
kesadaran keberdayaannya. Hampir semua yang pernah saya jumpai dari Rumah
Tangga Miskin (RTM), sumber daya keuangan mempunyai skor yang rendah. Dan di
sisi lain biasanya untuk individu yang tinggal di perkampungan, desa,
perdesaan, sumber daya social yang dia miliki sukup berlimpah seperti;
kegotong-royongan, kekerabatan, persaudaraan masih kuat dirasakan. Maka dengan
sumber daya social yang skornya besar, sementara skor sumber daya keuangan
masih rendah, maka dapat menggugah kesadaran untuk menggalang sumber daya
keuangan secara berkelompok, yaitu membentuk kelompok simpan pinjam.
Gambar Pentagonal asset; Sumarni - Wanatirta Paguyangan Brebes |
Konsep
pentagonal asset ini sangat bagus seandainya bisa disampaikan utuh sebagaimana
yang terkonsep di literature itu. Namun dalam praktek lapangan sering
tersandung permasalahan distorsi pemahaman konsep. Mendeliveri konsep
pentagonal asset ini ternyata tidak mudah. Karena untuk bisa menjadi diperbincangkan
di tingkat sasaran perlu pemahaman di tingkat Kader yang langsung bersentuhan
dengan kelompok sasaran. Lagi-lagi persoalan idealita versus realita.
Pengamatanku
di lapangan, dari pelatihan yang pernah dilakukan secara berjenjang dari tenaga
pendamping di tingkat kecamatan kemudian diturunkan ke pendamping di tingkat
desa, ternyata kemampuan memfasilitasi konsep pentagonal asset ini terjadi
simpul permasalahan. Yang pertama adalah rigidnya konsep. Bagi kader desa
konsep yang rigid dan sangat ilmiah ini
tidak mudah untuk dikuasai dalam kapasitas untuk disampaikan kembali ke
masyarakat. Mungkin mereka mampu menyerap isi konsep namun saat diperlukan
kemampuan untuk menyampaikan kembali dengan metodologi dan media yang
dipersyaratkan, mereka tidak mampu. Yang ke dua, target penyadaran pentagonal
asset ini adalah individu. Kalau sudah berbicara individu pemanfaat program
yang notabene banyak orang yang tingkat pendidikannnya rendah bahkan buta
huruf, maka konsep yang sangat ilmiah di atas menjadi jauh dengan buminya calon
pemanfaat alias mengawang-awang. Di sini semakin senjang antara idealita vs
realita. Akhirnya konsep ini tidak bisa mulus mendarat di anggota kelompok.
Kalaupun ada yang bisa mendarat itu karena fasilitasi yang spot-spot dari
pendamping tingkat kecamatan. Sehingga cakupan efektifitas atas pemahaman di
tingkat anggota kelompok menjadi rendah.
Inilah
simpul-simpul persoalan fasilitasi dalam membongkar kesadaran untuk
meningkatkan tingkat keberdayaan seseorang. Bagaimanapun juga menguatkan kader
memang diperlukan energy yang besar dalam arti menggali strategi untuk
mendeliveri, mencari metoda dan media yang kreatif dengan waktu yang cukup dan
dukungan dana untuk kader yang ada di desa.
Pentagonal
asset ini merupakan salah satu media penyadaran yang baik. Katimbang hanya
diceramahi, dinasehati tanpa ada keterlibatan gerak dinamis dari peserta yang
merangsang pemahaman.
Sehingga
catatan penting dalam pembahasan fungsi penyadaran ini;
Penting bagi kita untuk mengetahui posisi pentagonal assets kita dan keluarga kita. Kita harus selalu berusaha meningkatkan sumber-sumber daya yang kita miliki secara terukur dan positif. Sebelum memfasilitasi orang lain.
Membongkar
kesadaran kelompok dan individu sasaran perlu waktu yang cukup, pelaksanaan
yang intensif, waktu yang cukup dan metoda dan media yang kreatif. Dalam
mendelivery konsep yang rigid dan ilmiah ini perlu kader-kader desa atau
petugas pendamping kelompok yang jumlahnya cukup untuk melakukan pendampingan
setiap kali pertemuan kelompok dalam seminggu penuh.
Perlunya
dukungan pendanaan yang cukup untuk menjamin kader desa intensif mendampingi
kegiatan dan pertemuan rutin kelompok.
0 Response to "Sadarkah anda? Seberapa berdayanya anda?"
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar atau pesan!
- Dilarang meninggalkan link pada kolom komentar (kecuali diperlukan).
- Dimohon untuk tidak melakukan spam
- Berkomentarlah secara etis
- Mohon maaf apabila kami tidak sempat membalas komentar Anda
- Terimakasih atas komentar Anda yang relevan