Sadarkah anda? Seberapa berdayanya anda?


Move on dengan dasar pentagonal assets
Havik Martoyo
Dalam menjalani kehidupan ini, siapapun dan di manapun kita, tidak akan pernah lepas dari pembicaraan sumber-sumber daya yang dapat kita manfaatkan atau kita nikmati. Setiap hari agenda kerja pemerintah, agenda kerja perusahaan, konflik-konflik yang terjadi, diskusi dan pembahasan yang digelar di seminar tidak akan lepas dari pembahasan sumber-sumber daya kehidupan ini.

Seberapa besar kita bisa punya kemampuan (baca; keberdayaan/kesejahteraan), akan sangat tergantung dengan seberapa besar sumber-sumber daya itu bisa kita raih. Dan sebaliknya, seberapa besar kita punya daya tahan terhadap kerentanan-kerentanan yang bisa terjadi setiap saat di tengah-tengah perjalanan kehidupan kita? Akibat guncangan-guncangan yang terjadi, jawabannya adalah kembali kepada seberapa besar kita mempunyai sumber-sumber daya yang tersebut di atas.

Kita sering bicara pemberdayaan masyarakat/komunitas, memberdayakan, sumber daya dan proyek pemberdayaan. Yang mana di konteks tertentu pembicaraan ini dituduh sebagai pembicaraan abstrack yang tidak ada tolok ukurnya. Dan di waktu yang lain ada tuduhan bahwa kinerja pemberdayaan tak ubahya kinerja sebuah proyek sarana prasarana yang dominan meningkatkan sumber daya fisik saja. Apanya yang salah? Mungkin pola pembicaraan kita harus kita rubah juga.

Sadarkah anda seberapa berdayanya anda?

Ok lah pembicaraan tentang pemberdayaan yang lingkupnya luas kita stop dulu. Kita bicara pemberdayaan tapi dalam hal-hal yang kecil dulu, yang mikro yang personal. Karena hal yang besar berawal dari hal-hal yang kecil seperti ini. Adanya komunitas juga karena adanya individu-individu. Dan ketika bicara pemberdayaan, maka di dalamnya ada fungsi-fungsi penting yang ketika terlupakan untuk dibahas, maka pembicaraannya tidak akan focus. Fungsi-fungsi pemberdayaan yang sering disebut dalam literature-literatur adalah; fungsi penyadaran, fungsi pengorganisasian, fungsi pelatihan, fungsi membangun dinamika atau kemandirian.

Kali ini ayo kita bicara fungsi pemberdayaan dan kita bicarakan diri kita sendiri. Pernahkan kita coba luangkan waktu untuk mengukur tingkat keberdayaan diri/keluarga kita sendiri? Setelah semua persoalan kehidupan (baca; guncangan-guncangan) yang kita hadapi sejauh ini? Dan bagi kita yang sering berkecimpung dalam kerja proyek pemberdayaan masyarakat sekalipun, pernahkan kita mengukur tingkat keberdayaan kita sendiri sebelum memfasilitasi komunitas yang menjadi sasaran program yang harus kita fasilitasi? Atau pertanyaannya begini, seberapa menghayati kita terhadap substansi kerja pemberdayaan ini? Dan kepedulian itu kita terapkan kepada diri kita sendiri sebelum ke komunitas sasaran di seberang sana?

 Fungsi penyadaran dalam pemberdayaan
Penyadaran adalah proses yang dilakukan. Hasilnya adalah kesadaran. Ini adalah ranah sikap atau afektif atau attitude. Dalam hidup kita, berapa kali kita memperoleh kesadaran yang hakiki secara sukarela, yang menggerakkan pikiran dan perasaan sehingga muncul motivasi yang kuat untuk sesuatu (mimpi/cita-cita/tujuan) terntentu?

Kesadaran seseorang terhadap sesuatu hal yang samapun kadang perjalanannya berbeda-beda. Kesadaran ini dekat sekali dengan ranah pengetahuan, tapi di titik tertentu kesadaran tidaklah sama dengan pengetahuan yang hanya mengandalkan kemampuan logika. Dalam kesadaran ada unsure kepedulian dan kemauan.

Inilah yang menurutku sesuatu yang tidak mudah dalam pemberdayaan dan pendampingan kelompok. Dan sangat banyak aktivitas pemberdayaan dan pendampingan masyarakat tidak tuntas di fungsi penyadaran ini. Bahkan tidak sedikit yang tidak melakukannya. Karena tidak sempat melakukan, tidak tahu caranya melakukan yang mana hasil akhirnya tidak matang dalam tahapan penyadaran ini. Yang dilakukan seringnya hanya sosialisasi dan penggalian gagasan. Sekedar menggugurkan jadwal dan tahapan, bahwa akan ada program bantuan untuk ini itu dan masyarakat diminta menyiapkan diri menerima atau mengelolanya. Tak heran, kelompok yang ada akan berperilaku jauh dari nilai-nilai sebuah kelompok swadaya masyarakat.
Mengingat kemajemukan kemampuan berkesadaran di anggota kelompok, maka pengkayaan metoda, media dan strategi dalam penyadaran ini, khususnya penyadaran dalam menuju tingkat kesejahteraan anggota yang lebih tinggi perlu menjadi perhatian seorang pendamping.

Tidaklah mudah membangun kesadaran dan tidaklah singkat waktu untuk membangun kesadaran ini. Setidaknya inilah refleksi diriku sendiri dan mungkin kawan-kawan yang pernah menjadi tenaga pendamping masyarakat. Karena mengajak suatu komunitas untuk berfikir serius tentang persoalan-persoalan mereka sendiri diperlukan keteladanan, keterlibatan dan interaksi intensif dan menyatu di dinamika kehidupan mereka. Untuk itu diperlukan transfer knowledge ke kader-kader masyarakat yang memungkinkan bagi kader-kader tersebut memberi penyadaran dan pembimbingan di interaksi social sehari-hari.

Metoda dan media pentagonal asset
Sekarang balik lagi ke diri kita dulu, sebelum bicara di lingkup yang lebih luas. Pernahkah kita sadarkan diri kita dengan sebuah instrument yang benar-benar akan “ngoncekki” bahasa jawanya atau mengupas tuntas informasi sumber daya yang kita/keluarga kita miliki?

Seringnya yang terjadi, kita sendiri kurang perduli dengan diri kita sendiri dan terlalu berfikir kebanyakan tentang hal-hal yang justeru sebenarnya sulit kita jangkau. Itu karena kita tidak/belum mengetahui posisi sebenarnya dari sumber-sumber daya diri kita sendiri. Untuk itu mari kita memetakan sumber daya yang kita miliki dengan instrument “pentagonal asset”. Atau sering disebut lima “sumber daya” penghidupan. Yaitu sumber-sumber daya yang berguna untuk kelangsungan kita dalam mencari penghidupan (baca; penghasilan untuk bertahan hidup). Konsep pentagonal asset ini meliputi sumber daya ; Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Keuangan, Sumber daya fisik dan sumber daya social. Begitulah secara teoritis yang ada di literature-literatur, salah satunya di Andi Norton and Mike Foster 2001. Working paper: 148.

Pentagonal assets/lima sumber daya penghidupan sebagai pijakan untuk move on
Pentagonal assets/lima sumber daya 

Ok kita tidak akan bahas teori, tapi akan menjadikan diri kita sebagai sample atas konsep pentagonal asset ini. Coba kita isi kuesioner di sini;
Sumber Daya Manusia (SDM)
No
Sumber daya
Kondisi saat ini
1
Tingkat pendidikan
2
Jenis penyakit yang diderita
3
Jenis pelatihan keterampilan yang diikuti
4
Keterampilan anggota keluarga yang dikuasai
5
Jenis konsumsi makanan
6
Jenis pelayanan kesehatan yang diikuti

Rata-rata

Sumber Daya Alam (SDA)
No
Sumber daya
Kondisi
1
Status dan luas sawah

2
Status dan luas ladang
3
Jenis dan jumlah tanaman yang dimiliki
4
Sumber pengairan pertanian/perkebunan
5
Jenis hasil hutan non kayu yang bisa dimanfaatkan
6
Jenis hasil laut yang bisa dimanfaatkan



Sumber Daya Keuangan
No
Sumber daya
Kondisi
1
Penghasilan dari tanaman
2
Penghasilan dari ternak
3
Penghasilan dari tangkapan ikan
4
Tabungan uang
5
Tabungan ternak
6
Tabungan perhiasan



Sumber Daya Fisik
No
Sumber daya
Kondisi
1
Jenis dan jumlah alat produksi yang dimiliki
2
Jenis sarana umum yang bisa dimanfaatkan
3
Jenis dan status tempat tinggal
4
Status MCK yang digunakan
5
Sumber air bersih
6
Sumber air minum



Sumber Daya Sosial
No
Sumber daya
Kondisi
1
Jenis kelompok yang diikuti
2
Status dalam kelompok
3
Lembaga yang bisa diajak kerjasama
4


5


6


  


Bagaimana hasilnya? Seberapa tangguhkah anda? Tersenyum simpul, tersenyum pahit atau sedih jadinya melihat angkanya? Segeralah membuat resolusi/cita-cita dan bergegaslah untuk move on dan motivasilah diri anda memperbesar skore rata-rata sumber daya yang masih jeblok untuk tiga tahun mendatang.

Kuesioner ini tidak harus seperti ini, kita bisa memodifikasi sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang pas. Yang penting kita punya instrument untuk move on. Ini penting agar kita juga bisa memotivasi masyarakat dampingan untuk move on ketika kita sudah tandas pemahaman tentang konsep lima sumber daya ini.

Untuk implementasi di masyarakat sasaran program. Pengalamanku dalam implementasi kegiatan sebuah program pemerintah PKKPM tahun 2015 aku pikir mendekati proses penyadaran yang bisa menggerakkan motivasi untuk mencapai mimpi/cita-cita/tujuan anggota kelompok dengan menggunakan instrument ini. Di mana membangun kesadaran calon pemanfaat program ataupun calon anggota kelompok simpan pinjam dilakukan dengan strategi mengorganisasikannya dengan jumlah kader yang cukup. Dengan batasan jumlah pendampingan 5 sampai 6 kelompok per kader. Sehingga interaksi antara pendamping dan yang didampingi intensif. Dengan 5 sampai 6 kelompok didampingi seorang kader ini diharapkan dalam seminggu penuh, seoarang kader bisa membagi waktu untuk setiap pertemuan kelompok. Sehingga proses penyadaran benar-benar mendapat porsi waktu dan materi yang cukup. Pertanyaan spontannya adalah; dana dukungan untuk Kader menjadi besar?, tentu saja “jer basuki mowo beya”, perlu pengorbanan untuk sebuah kebaikan. Kebaikan pengelolaan kelompok tidak akan datang sendiri, tapi langkahnya harus jelas.
Disamping itu penyadaran di sini kongkrit menggunakan metoda dan media dalam kesatuan konsep Sustainability Livelihood Approach dengan instrumen atau medianya berupa pentagonal asset.
Semua warga calon pemanfaat atau calon anggota kelompok difasilitasi oleh kader-kader ini untuk memetakan sumber daya diri dan keluarganya. Sumber daya yang harus dipetakan adalah; sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya keuangan, sumber daya fisik dan sumber daya social.


Dengan menggunakan media pentagonal asset atau 5 (lima) sumber daya ini akan didapati kondisi riil seseorang atau sebuah rumah tangga. Apakah harus menggunakan skala tertentu untuk lebih akuratnya pemetaan sumber daya ini, silahkan saja. Misalnya menggunakan skala 1-10. Tapi yang perlu diingat, ini bukanlah dokumen akademis yang mana criteria untuk masing-masing score sangat rigid. Score-score ini sebatas untuk membantu RTM dalam menggali kondisi yang ada pada saat itu. Dan inilah yang sering disebut proses Community Organization (CO) di mana memberdayakan seseorang berangkat dari melihat sumber daya yang dia miliki untuk kemudaian mendorongnya menuju skala keberdayaan yang meningkat dari posisi awalnya dalam kurun waktu tertentu, misal 3 (tiga) tahun dari saat awal dipetakan. Semakin dekat titik sumber daya kita, maka semakin berdaya keadaan kita dan sebaliknya, semakin jauh semakin kurang berdaya.


Kuesioner pentagonal assets
Kuesioner ; Sumarni - Wanatirta Paguyangan Brebes
Seperti apa bentuk pentagonalnya, apakah condong ke kiri atas, ke atas, ke kiri bawah, pada kurun waktu yang telah ditentukan, mereka diminta untuk memetakan kembali suatu saat pada kurun waktu tertentu ke depan. Dengan mengetahui ke 5 (lima) sumber daya pribadi maka akan tumbuh kesadaran keberdayaannya. Hampir semua yang pernah saya jumpai dari Rumah Tangga Miskin (RTM), sumber daya keuangan mempunyai skor yang rendah. Dan di sisi lain biasanya untuk individu yang tinggal di perkampungan, desa, perdesaan, sumber daya social yang dia miliki sukup berlimpah seperti; kegotong-royongan, kekerabatan, persaudaraan masih kuat dirasakan. Maka dengan sumber daya social yang skornya besar, sementara skor sumber daya keuangan masih rendah, maka dapat menggugah kesadaran untuk menggalang sumber daya keuangan secara berkelompok, yaitu membentuk kelompok simpan pinjam.

Hasil gambar pentagonal assets untuk membuat cita-cita dan memotivasi diri
Gambar Pentagonal asset; Sumarni - Wanatirta Paguyangan Brebes

Konsep pentagonal asset ini sangat bagus seandainya bisa disampaikan utuh sebagaimana yang terkonsep di literature itu. Namun dalam praktek lapangan sering tersandung permasalahan distorsi pemahaman konsep. Mendeliveri konsep pentagonal asset ini ternyata tidak mudah. Karena untuk bisa menjadi diperbincangkan di tingkat sasaran perlu pemahaman di tingkat Kader yang langsung bersentuhan dengan kelompok sasaran. Lagi-lagi persoalan idealita versus realita.

Pengamatanku di lapangan, dari pelatihan yang pernah dilakukan secara berjenjang dari tenaga pendamping di tingkat kecamatan kemudian diturunkan ke pendamping di tingkat desa, ternyata kemampuan memfasilitasi konsep pentagonal asset ini terjadi simpul permasalahan. Yang pertama adalah rigidnya konsep. Bagi kader desa konsep yang rigid dan sangat  ilmiah ini tidak mudah untuk dikuasai dalam kapasitas untuk disampaikan kembali ke masyarakat. Mungkin mereka mampu menyerap isi konsep namun saat diperlukan kemampuan untuk menyampaikan kembali dengan metodologi dan media yang dipersyaratkan, mereka tidak mampu. Yang ke dua, target penyadaran pentagonal asset ini adalah individu. Kalau sudah berbicara individu pemanfaat program yang notabene banyak orang yang tingkat pendidikannnya rendah bahkan buta huruf, maka konsep yang sangat ilmiah di atas menjadi jauh dengan buminya calon pemanfaat alias mengawang-awang. Di sini semakin senjang antara idealita vs realita. Akhirnya konsep ini tidak bisa mulus mendarat di anggota kelompok. Kalaupun ada yang bisa mendarat itu karena fasilitasi yang spot-spot dari pendamping tingkat kecamatan. Sehingga cakupan efektifitas atas pemahaman di tingkat anggota kelompok menjadi rendah.

Inilah simpul-simpul persoalan fasilitasi dalam membongkar kesadaran untuk meningkatkan tingkat keberdayaan seseorang. Bagaimanapun juga menguatkan kader memang diperlukan energy yang besar dalam arti menggali strategi untuk mendeliveri, mencari metoda dan media yang kreatif dengan waktu yang cukup dan dukungan dana untuk kader yang ada di desa.

Pentagonal asset ini merupakan salah satu media penyadaran yang baik. Katimbang hanya diceramahi, dinasehati tanpa ada keterlibatan gerak dinamis dari peserta yang merangsang pemahaman.

Sehingga catatan penting dalam pembahasan fungsi penyadaran ini;
Penting bagi kita untuk mengetahui posisi pentagonal assets kita dan keluarga kita. Kita harus selalu berusaha meningkatkan sumber-sumber daya yang kita miliki secara terukur dan positif. Sebelum memfasilitasi orang lain.
Membongkar kesadaran kelompok dan individu sasaran perlu waktu yang cukup, pelaksanaan yang intensif, waktu yang cukup dan metoda dan media yang kreatif. Dalam mendelivery konsep yang rigid dan ilmiah ini perlu kader-kader desa atau petugas pendamping kelompok yang jumlahnya cukup untuk melakukan pendampingan setiap kali pertemuan kelompok dalam seminggu penuh.
Perlunya dukungan pendanaan yang cukup untuk menjamin kader desa intensif mendampingi kegiatan dan pertemuan rutin kelompok.


Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Sadarkah anda? Seberapa berdayanya anda?"

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar atau pesan!

- Dilarang meninggalkan link pada kolom komentar (kecuali diperlukan).
- Dimohon untuk tidak melakukan spam
- Berkomentarlah secara etis
- Mohon maaf apabila kami tidak sempat membalas komentar Anda
- Terimakasih atas komentar Anda yang relevan