GERAKAN PENANGANAN SAMPAH SECARA PARIPURNA YANG DIMULAI DARI DESA-DESA
Hidup bersih dan sehat adalah dambaan semua manusia, dambaan semua warga desa tidak terkecuali desa-desa di Demak. Siapa yang tidak setuju rumahnya bersih, lingkungannya tertata, sampah terkelola dan tidak berserakan di halaman, di jalanan? Semuanya saja pasti setuju. Apakah kepala desa, perangkat desa, bapak-bapak, ibu-ibu pak ustad, santri-santri, pak guru, murid-murid, petani dan semuanya saja.
Namun apa yang terjadi hari ini? Demak darurat
sampah? Iya benar begitu kabar berita yang ada di medsos. Pada saat yang sama di
Demak juga sudah melakukan banyak upaya untuk penanganan sampah ini melalui Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) terkait. Iya memang begitulah adanya. Namun rupanya
kesadaran masyarakat yang diharapkan muncul menjadi solusi tidak mampu
membendung gelombang timbulan sampah dari segala penjuru. Yang ini terjadi
karena pola konsumsi tidak berbarengan dengan edukasi. Setidaknya cara-cara
edukasi ke masyarakat tidak bisa mengimbangi perilaku kelola sampah. Sehingga
belum membuahkan hasil signifikan. Dan akibat-akibat dari perilaku kelola
sampah yang buruk ini sudah nyata-nyata membuat sanitasi buruk, lingkungan
kotor, hingga sampai mengganggu pertumbuhan anak-anak di desa dan ini
disebutnya stunting. Siapa yang mau
anaknya gagal tumbuh (stunting) atau kunthing atau kunthet? Sehingga desa dambaan yang ijo royo-royo bersih dengan kanak-kanak yang playon sana sini karena sehat bisa-bisa tinggal impian dan berganti
dengan pemandangan sampah yang bertebaran sampai areal persawahan dengan
suasana merana dengan kanak-kanak yang letih karena berpenyakit yang dibawa
sampah itu. Setiap mendengar syair tembang lir-ilir, imajiku seketika terbang
ke dalam alam perdesaan di mana ada lirik tandure
wus sumilir, tak ijo royo-royo....dst adalah suasana perdesaan yang sungguh
hijau. Kemudian lagi... lirik cah
angon-cah angon penekno blimbing kuwi lunyu-lunyu penekno...dst adalah
gambaran anak laki-laki perdesaan yang sigap dan kuat yang pantang menyerah. Yang
semuanya terbungkus dalam harmoni kehidupan yang akrab dengan alam dan
lingkungan.
Sudahkah desa-desa beraksi? Kita lihat, ternyata
desa-desa sudah beraksi juga. Ini terlihat dari dinamika pembangunan di desa seperi
ini; semenjak adanya Dana Desa (DD) tahun 2015 sampai 2019 ini sudah banyak desa di Kabupaten Demak mengalokasikan DD untuk bidang pembangunan
sarana dan prasarana persampahan. Ada yang membangun Tempat Pembuangan Sampah
Sementara, ada yang menyediakan tong sampah di setiap rumah tangganya, ada yang
menyelenggarakan pelatihan pengelolaan sampah, dan lain-lainnya.
Sudahkah masyarakat beraksi? Kita lihat juga,
ternyata sudah banyak kelompok-kelompok masyarakat peduli seperti pioner-pioner pengelolaan sampah yaitu
bank sampah-bank sampah di banyak lokasi, hanya saja berjalannya masih belum
ada kehadiran desa, dalam arti belum ada regulasi desa yang mengatur tentang
pengelolaan sampah sebagai payungnya yang mengatur tentang penanganan sampah dengan paradigma
baru prinsip 3R-Reduce, Reuse dan Recycle pilah sampah dari basis rumah tangga dan seterusnya. Oleh
karena itu hasilnya di
skala kabupaten masih sangat jauh dari harapan.
Semua situasi dan kondisi sampah dan
akibat-akibatnya memanglah benar sudah menjadi latar belakang hadirnya
program-program pemerintah seperti program PSDM (Pengembangan Sumber Daya
Manusia) di Kabupaten Demak tahun 2019 ini, tujuan utamanya adalah konvergensi penanganan stunting. Yang di
dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan sanitasi lingkungan.
Yang berikutnya adalah program Inovasi Desa. di
mana di program ini mendorong desa-desa khususnya dalam penanganan dan
pengelolaan sampah agar segera tergugah meniru keberhasilan desa lain dalam
penanganan sampah dengan menggunakan dana desanya. Memanglah benar bahwa dari
proses yang ada telah didapati situasi dan kondisi animo desa-desa yang telah
mengikuti Bursa Inovasi Desa di Program Inovasi Desa (PID), tahun 2018 dan
tahun 2019, banyak komitmen yang akan melakukan replikasi kegiatan penanganan
sampah. Oleh karena itu komitmen desa-desa ini perlu disambut dengan komitmen
Pemda Demak untuk secara serius dan sistematis dalam menangani permasalahan
sampah ini.
Sekarang kita tahu posisi kita, posisi sampah di
Demak, posisi potensi solusi. Pada prinsipnya sampah tidak boleh merusak kanak-kanak
Demak! Tidak boleh merusak generasi penerus Demak. Yang akhirnya merusak
sendi-sendi budaya Demak! Harus ada aksi yang energi positifnya jauh melampaui
energi negatif yang dibawa sampah yang datang dari rumah tangga, dari
sekolah-sekolah, dari perkantoran, dari pasar-pasar, dari aliran sungai, dari
areal industri di Demak. Harus bersama-sama semua desa di Demak. Aksi besar
yang berangkat dari moral untuk bersama-sama memperbaiki perilaku kita terhadap
sampah dan terus menerus. Desa-desa harus ber “aksi” dan aksi ini harus
bersama-sama. Atas situasi dan kondisi riil ini, maka perlu strategi, peta
jalan dalam menangani sampah di Demak ini.
Untuk
mendukung aksi ini kita perlu melihat regulasi tentang persampahan yang sudah
ada. Ternyata sudah sangat banyak regulasi-regulasi itu;
Peraturan Daerah Kabupaten
Demak Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah Kabupaten
Demak Nomor 11 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Demak Tahun 2016-2021, Peraturan Bupati Demak No. 58 tahun 2018
tentang Kebijakan dan Strategi Kabupaten
Demak dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga, Peraturan Bupati Demak No. 28 tahun 2019 tentang Strategi Pengurangan sampah
plastik melalui mini model Bank Sampah di Kabupaten Demak tahun 2020 s/d tahun
2021.
Itu
semua regulasi yang ada di level kabupaten di mana dasar pembuatannya tentu
saja dari regulasi level atasnya. Dan ada sebuah klausul bagus di satu regulasi
untuk bisa kita dengung-dengungka, yaitu Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Pasal 29
ayat (1). Setiap orang
dilarang :
1. Membuang Sampah Tidak Pada Tempatnya
2. Melakukan penanganan sampah dengan
pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir
3. Membakar sampah yang tidak sesuai
dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah
Hanya saja semua regulasi pemerintah yang ada belum
tegas mengatur sanksi atas pelangaran. Sehingga tidak punya kekuatan penegakan aturan.
Disamping undang-undang, ada juga Fatwa MUI tentang
sampah ini. Bahwa membuang sampah sembarangan hukumnya haram! Dan mendaur ulang
sampah menjadi barang yang berguna hukumnya adalah fardhu kifayah! Ini sejajar
dengan merawat mayat yang juga hukumnya fardhu kifayah.
Maka lengkap sudah paradoks persampahan ini.
Lalu bagaimana lagi kita....kita mesti beraksi lebih besar
lagi. Kita harus lebih inovatif dan kreatif lagi tampaknya. Dan itu kita mulai
dari desa. Di mana masalahnya ada di desa, korbannya juga penderita stunting
anak-anak di desa, dan desa punya dana desa, dan yang terpenting saat ini desa
sudah punya referensi pengetahuan dan keterampilan praktek kelola sampah dari
desa-desa lain setelah dari Bursa Inovasi Desa tempo hari.
Desa mestinya menangani sampah ini secara paripurna.
Yang dimaksud paripurna di sini tidak hanya teknis penanganan sampah, akan
tetapi mulai dari perubahan perilaku dan komitmen bersama secara kolektif semua
elemen masyarakat dan pemerintah desa dalam penanganan sampah secara konsisten
dari waktu ke waktu di masa yang tak terhingga ke depan. Kita harus benar mengobati permasalahan sampah ini. Yang sakit itu jiwanya, perilakunya, bukan bak sampahnya, bukan tempat pembuangannya. Maka gerakannya seharusnya gerakan moral hidup bersih sehat dengan pola pengelolaan sampah. Gerakan peduli sampah. Bukan gerakan buang sampah pada tempatnya, bukan juga gerakan membuat tong sampah.
Mari kita semua desa-desa khususnya... bersepakat untuk
meng”GREBEG” sampah ini. Bersepakat melakukan GERAKAN RESIK-RESIK BEBARENGAN GARAP sampah
di desa.
Sebuah aksi bersama, serempak, dalam kegiatan
bersih-bersih, berbenah, menggarap sampah secara paripurna di desa.
Dengan gerakan ini yang jadi sasaran utama adalah
perubahan perilaku warga desa akan kesadaran hidup bersih dan sehat.
Selanjutnya perubahan paradigma dalam mengelola sampah rumah tangga menuju
paradigma 3R. Melalui kaidah-kaidah perilaku hidup bersih sehat dan pengelolaan
sampah yang diregulasikan di tingkat desa melalui Peraturan Desa (diperdeskan)
GREBEG sampah bukan gerakan kerja bakti! tapi sebuah gerakan moral dengan 4 pilar:
1. Menanamkan karakter inovatif dan kreatif menuju budaya bersih sehat
2. Menggalang dukungan dari semua pihak tentang pengelolaan sampah
3. Membangun dan mendinamisasi sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat
4. Menguatkan regulasi penanganan dan pengelolaan sampah di desa
GREBEG sampah bisa mendarat di masyarakat dengan berbagai macam bentuknya yang bila dirangkum akan menjadi 3 kegiatan (pendekatan) dengan;
Pendekatan perubahan perilaku, pendekatan ekonomi dan pendekatan teknologi tepat guna.
Pendekatan perubahan perilaku inilah yang utama.
Sedangkan pendekatan ekonomi akan berujud pengelolaan bank sampah yang dapat merubah sampah menjadi tabungan dan uang untuk warga, maupun hasil penjualan sampah oleh bank sampah.
Pendekatan berikutnya adalah pendekatan teknologi tepat guna yang berupa industri pengolahan sampah organik atau sampah non organik.
Sedangkan pendekatan ekonomi akan berujud pengelolaan bank sampah yang dapat merubah sampah menjadi tabungan dan uang untuk warga, maupun hasil penjualan sampah oleh bank sampah.
Pendekatan berikutnya adalah pendekatan teknologi tepat guna yang berupa industri pengolahan sampah organik atau sampah non organik.
Sedangkan dinamika yang digadhang-gadhang akan dilakukan oleh desa dengan sumber dana desa dan pola-pola inovatif di GREBEG sampah ini antara lain ;
1. Peningkatan kapasitas lembaga PKK,
Dasawisma, Karangtaruna, tokoh agama sebagai pelopor penanganan sampah secara paripurna di
desa;
2. Fasilitasi kepada masyarakat dan dunia
usaha dalam mengembangkan dan memanfaatkan hasil daur ulang, pemasaran hasil
produk daur ulang, dan guna ulang sampah;
3. Gerakan pungut sampah secara
partisipatif dan serentak oleh warga masyarakat secara periodik (hari pasaran,
mingguan, dan lain-lain);
4. Penambahan kurikulum muatan lokal di PAUD, TK, SD, Madrasah dan lembaga
pendidikan baik formal maupun non formal lainnya yang ada di desa tentang sedekah
sampah, pengelolaan sampah dan bank sampah;
5. Pengurangan penggunaan kemasan makanan
minuman yang tidak ramah lingkungan (plastik, sterofoam dan sejenisnya) dalam
rapat, pertemuan maupun jamuan lainnya;
6. Kegiatan lomba-lomba kebersihan lingkungan;
6. Kegiatan lomba-lomba kebersihan lingkungan;
7. Pembuatan tanda, rambu-rambu dan papan
peringatan tentang pentingnya hidup bersih dan sehat
8. Pembuatan dan pemasangan spanduk,
baliho dan sejenisnya yang berisi slogan, motivasi hidup bersih sehat dan
tertib pengelolaan sampah di tempat-tempat umum
9. Pembuatan dan pemasangan poster,
leaflet dan sejenisnya yang berisi slogan, motivasi hidup bersih sehat dan
tertib pengelolaan sampah di instansi-instansi dan ruang-ruang pelayanan publik
10. Membangun komitmen bersama warga dan
lembaga formal maupun non formal yang ada di desa untuk memanfaatkan,
menggunakan, membeli hasil olah limbah sampah organik maupun anorganik
Semoga Tuhan Yang Maha Inovatif memberikan rahmat dan jalan keluar dari setiap persoalan yang menghadang kelancaran GREBEG sampah di Demak ini sehingga muncul kegiatan-kegiatan inovatif dan kreatif dalam penanganan dan pengelolaan sampah yang mampu merubah masalah sampah ini menjadi potensi dan sumber penghasilan.
Sampah tidak akan hilang dari kita karena itu bagian dari dinamika kehidupan kita sekeluarga. Tapi jangan lagi menjadi masalah sehingga akan terwujud Demak yang bebas dari masalah sampah.
0 Response to "DESA-DESA MENG"GREBEG" SAMPAH DEMAK"
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar atau pesan!
- Dilarang meninggalkan link pada kolom komentar (kecuali diperlukan).
- Dimohon untuk tidak melakukan spam
- Berkomentarlah secara etis
- Mohon maaf apabila kami tidak sempat membalas komentar Anda
- Terimakasih atas komentar Anda yang relevan